SEHELAI KAIN UNTUK AMELIA
Amelia
gadis cilik lincah nian, seperti sebaris lirik lagu yang terdengar oleh ribuan
kuping cilik di tanah air. Amelia oh Amelia lah namanya. Hanya sebuah kata
singkat yang didalamnya banyak makna. Benar nyatanya, Amelia cilik berlari-lari
sepanjang hari diatas hamparan sawah dengan semilir angin yang menyejukkan
suasana. Tatapan bunda bersinar melihat putri kecil yang dinantikannya selama
sewindu itu. Putri kecil berambut pirang lebat sepinggang membuat banyak orang
ingin menyubit pipi tomatnya. Apalagi sikapnya yang ramah dan sopan membuat
orang-orang semakin senang kepadanya. Sedari dini, Tania sudah menanamkan
kepada Amelia untuk rajin menabung, membantu orang lain, dan selalu tersenyum
dalam kondisi apapun.
Arman
yang terlihat lesu baru saja menginjakkan kakinya kembali diatas pendopo
kecilnya setelah seminggu. Betapa rindunya Arman kepada Amelia dan Tania. Tania
segera menyiapkan secangkir rosella hangat kesukaan Arman.
“Alangkah
rindu nya ayah padamu, Amelia… rasanya tak bertemu seminggu seperti tak bertemu
sebulan. Ini ayah bawakan buah tangan untukmu semoga kau suka dengan pemberian
ayah, Nak.” Arman menyodorkan tangannya kepada Amelia.
“Wah,
terima kasih ayah… aku suka dengan pemberian ayah… akan aku simpan dan akan
kugunakan di kemudian hari.” Terima Amelia bahagia.
Dengan
segera Arman menyeruput rosella hangat dengan perlahan. Selepas cangkir kosong,
dilanjutkan dengan bersih-bersih yang kemudian siap untuk bertemu bunga tidur.
Embun
pagi hampir selesai menetes diatas daun-daun yang menari, raja siang sudah
hampir menampakkan wajahnya. Tetapi Arman masih saja terlelap. Tania anggap
Arman masih merasa lelah. Jadi, pasti butuh istirahat yang cukup. Satu jam
telah berlalu, menit sudah berganti menjadi detik, Arman masih saja tertidur
dengan pulas. Tania mulai merasa gelisah, baru sekali ini Arman tidak
mendengkur. Tania semakin panik. Tetapi, matahari gagal tersenyum dan berubah
menjadi awan yang menghitam dan makin menghitam itulah yang menggambarkan hati
Tania. Teman hidup nya yang kini genap bersama 20 tahun kini tinggal kenangan.
Betapa hancurnya hati Tania. Mulutnya tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Bibirnya kering dan hanya menitihkan air mata yang bisa dilakukannya. Amelia
yang selalu riang hari ini berubah menjadi sendu. Betapa hancurnya hati Amelia,
tamengnya selama ini pergi meninggalkannya dan Tania. Tetapi Amelia tidak mau
terlalu bersedih. Amelia hanya memanjatkan sebaris doa diatas sajadah sembari
menitihkan air mata. Baginya, hari ini adalah hari tersedih baginya. Tetapi
Amelia yakin, surga adalah milik ayahnya.
Hal
tersebut membuat Tania terpaksa memindahkan bisnisnya yang selama ini berada di
kampung kesayangannya berdiri diatas tanah ibukota yang cukup ramai. Hal itu
Tania lakukan demi putri kecilnya, Amelia. Bersyukurlah bagi Tania, kantungnya
kini menebal tiga kali lipat dari biasanya.
Kini
Amelia tumbuh dewasa, usia nya bertambah 5 tahun lebih dewasa. Putih merah
beralih menjadi putih biru dan beralih lagi menjadi putih abu-abu. Amelia kini
tumbuh menjadi gadis cantik dan manis. Parasnya dan lekukan tubuhnya memikat
banyak lelaki. Lingkungannya pun mulai berubah menjadi kumpulan yang terkenal
di sekolah Tunas Adika itu. Bukan Amelia yang rajin menabung dan rendah hati
yang dikenal orang-orang, melainkan Amelia yang bertransformasi 360 derajat.
Amelia yang berpakaian robek, hanya setengah badan dan celana yang dipandang
terlalu senonoh. Dibalik kekayaan Tania, Amelia memanfaatkannya untuk hal yang
buruk. Merokok ditemani segelas kapal api hangat itu rutinitasnya sepulang
sekolah. Malam minggu dihabiskannya untuk berjoget di malam hari hingga fajar
hampir tiba ditemani seteguk Martin tua bersama kawanannya. Tak terpikirkan
dibenak Tania bahwa putrinya bukan menginap biasa di pendopo kawannya melainkan
menginap di dunia gemerlap. Tetapi seiring waktu berjalan, Tania mulai gelisah.
Suatu malam ia gagal menghubungi putrinya selama beberapa kali. Hati Tania
mulai tak tenang. Ia tak bisa bertemu dengan bunga tidurnya. Namun hanya bisa
bertemu dengan kegundahan di kesunyian malam. Hanya pagi hari Tania bisa empat
mata terhadap Amelia.
“Amelia
Maulana, kemana saja kamu? Sudah bunda hubungi seribu kali tetap saja tidak
diangkat, kamu bohong menginap dirumah temanmu? Jujur sama bunda.” Ucap
Tania di depan pintu pendopo mewahnya.
Tak
seperti biasanya ucapan Tania sekeras batu. Tapi sikap putrinya kali ini diluar
batas wajar.
“Bun…aku udah tidur semalem, aku capek.” Sahut Amelia cuek.
Amelia
bergegas pergi menuju kamarnya. Tanpa menghiraukan pertanyaan Tania yang
khawatir kepadanya.
Betapa
senangnya Amelia, Rama Randhika Rasyid telah menyatakan cintanya. Lelaki yang
diharapkannya ternyata berperasaan yang sama dengannya. Sebut saja lelaki
putih, tinggi, kurus, dan nakal itu Ramet. Sapaan itu berulang kali dilontarkan
oleh kawannya karena sikapnya layaknya anak metal.
Dua
tahun sudah Amelia menjalin cinta dengan Ramet, semakin baik itu mustahil.
Melainkan semakin badung. Amelia gadis yang cantik semakin menjadi-jadi. kerap
dirinya diajak berlibur oleh Ramet, hubungannya berjalan dibelakang. Tania
hanya mengira putrinya menginap bersama teman sesamanya.
Sikap
Amelia kini sudah jauh hedonisme. Pulau Seribu Pura yang kerap menjadi
destinasi wisata mereka. “Satu ruang, dua insan” Selama beberapa malam kalimat
tersebut cocok untuk Amelia dan Ramet. Sudah terlewat percaya Amelia kepada
kekasihnya. Tanpa sadar, perlahan dilucuti tubuh Amelia tanpa tersisa
sedikitpun penghalang oleh kekasihnya. Disentuh dengan perlahan tanpa tersakiti
sedikitpun. Kali ini memang sudah diluar batas wajar. Perasaan Amelia campur
aduk menghadapi Ramet saat itu. Senang, sakit, namun bagi mereka merupakan
kebahagiaan. Sejujurnya, Amelia buta terhadap masa depannya. Sekali mencoba,
berkesinambungan menjadi sebuah rutinitas.
Suatu
hal pahit pasti terjadi bagi hidup Amelia, Hubungan mereka kandas ditengah
jalan. Tetapi, hal itu tidak menjadi penghalang Amelia untuk dimiliki oleh
orang lain. Sebut saja Arda. Arda ialah pengganti kosongnya hati Amelia.
Perbuatan yang sama Amelia lakukan dengan Arda. Tanpa menyesal sedikitpun.
Kali
ini, hal pahit terjadi lebih pahit dari yang lalu. Adat rimba raya, siapa
berani ditaati. Itulah sifat Arda sebenarnya. Arda tertangkap sedang bermain
dibelakang bersama kawan mesra nya. Betapa terpukulnya hati Amelia melihatnya.
Tanpa berpikir panjang, Amelia membuang seluruh pemberian Arda. Sedikit demi
sedikit, Amelia tersadar bahwa tiadalah pria baik yang mau merebut
kehormatannya, melainkan lelaki bejat. Lelaki baik akan datang jika wanita mau
menjaga kehormatannya. Kehormatannya yang telah hancur akan menjadi rahasia
bagi dirinya sendiri.
Tiba-tiba
rasa rindu kepada Arman melanda dirinya. sehelai kain pemberian mendiang sang
ayah digenggamnya erat-erat. Ternyata dibalik kain terdapat secarik kertas
dengan tinta hitam yang belum pernah disentuhnya selama bertahun-tahun.
Teruntuk
putri kesayangan ayah, Amelia....
Ayah
bangga melihat anak ayah tumbuh menjadi anak yang cantik, berbudi pekerti baik,
rajin menabung, dan ringan tangan. Semoga engkau suka dengan kain cantik ini.
begitu melihat kain ini, ayah teringat padamu dengan segera ayah belikan
untukmu. Nak, ayah berharap kau akan menyayangi ayah, bunda, dan orang-orang
disekitarmu dengan tulus. Ayah harap kau tak akan berperilaku buruk di masa
depan. Sukses selalu Amelia ku, ayah mencintaimu.
-Ayah-
Betapa
terpukulnya hati Amelia, sudah bertahun-tahun yang lalu surat itu termaktub
dibawah sehelai kain itu. Namun dirinya belum sempat membacanya. Dipeluk dengan
erat kain itu dengan tetesan air mata yang deras.
Amelia
bergegas memeluk Ibunda nya. Ia menyesal akan perilakunya yang tidak terdidik.
Cukup bagi Amelia berbuat badung. Namun kedepannya, ia akan lebih tulus
mencintai dan menghormati ibunya lebih dari mencintai dirinya sendiri. Bagi
Amelia, Arman adalah pendukung penuh dalam kehidupannya. Tania adalah pahlawan
terbesarnya. Kebahagiaan itu diraih dengan cara yang halal,
sebahagia-bahagianya yang haram akan menjadi bahaya bagi diri sendiri. Sehelai
kain lah sebagai alat untuk menyadarkan Amelia. Kini, Amelia mulai
bertransformasi kembali menjadi Amelia yang terdidik seperti dulu. Bahagia itu
dapat berjalan tanpa rokok, martin tua, dan dunia gemerlap.
Komentar
Posting Komentar